Medan, 27/11 – Pada hari terakhir kunjungan ke Sumatera Utara (Sumut) pada Senin (27/11), Presiden RI Joko Widodo bersama Gubernur Sumatera Utara meresmikan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) seluas 9.109 ha sawit di Sumatera Utara. Peresmian ditandai dengan penanaman pohon kelapa sawit oleh Presiden dan Gubsu di Desa Kota Tengah, Kecamatan Dolok Masihul, Serdang Bedagai (Sergei).
Presiden mengatakan program PSR di Sumut diawali dengan 9.109 Hektar. Sementara dari jumlah sawit rakyat saat ini 470 ribu hektar, dimana 350 ribu hektar diantaranya perlu peremajaan . Keberadaan kebun sawit menurut Joko widodo bukan hanya sekedar menghasilkan, namun harus dilihat jumlah produksinya apakah sudah baik atau belum. Karena itu, kata Jokowi, pemerintah bekerjasama dengan berbagai perusahaan terkait untuk penyediaan bibit unggul sekaligus pembinaan terhadap pengelolaan kebun sawit rakyat.
Jokowi mengatakan bahwa dirinya sudah memerintahkan agar Menteri Koordinator Perekonomian memberikan bantuan untuk program PSR. Hal ini dalam upaya menggenjot jumlah produksi tandan buah segar (TBS) sawit per tahun milik masyarakat yang cenderung berada tiga kali lipat lebih sedikit dari milik swasta atau kurang dari 10 ton per tahun. “Memang membutuhkan biaya besar, tetapi memang harus kita kerjakan, apakah dengan skema kredit, entah dengan skema KUR. Kalau tidak kita akan kalah dengan negara lain.
Dalam kegiatan tersebut, Jokowi juga membagikan sekitar 500-an sertifikat kepada masyarakat baik pemilik kelapa sawit maupun lainnya. Didampingi Gubernur Sumut, dirinya melaksanakan penanaman sawit sebagai tanda pencanangan program PSR untuk peningkatan produksi sawit milik rakyat. Hadir diantaranya Menteri Pertanian, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menko Perekonomian dan sejumlah SKPD Provinsi serta Bupati Sergai Soekirman.
Dalam pelaksanaan Program PSR tersebut, Presiden RI Joko Widodo menyampaikan bahwa bukan sesuatu yang berlebihan jika sawit disebut emas hijau bagi Indonesia. Sebagai salah satu negara produsen kelapa sawit yang terbesar di dunia, Indonesia adalah produsen utama bahan baku untuk sabun, kosmetik, minyak goreng, margarin, farmasi yang semuanya itu berasal dari kelapa sawit. “Dan sekarang juga sudah dimulai kelapa sawit untuk bahan baku untuk bio diesel,” katanya.
“Tetapi ingat kalau menjadi produsen kelapa sawit besar, artinya kita harus menjadi yang terdepan dalam pengelolaan. Yang kita lemah di sini, pengelolaannya yang perlu kita perbaiki semua. Kita harus kerja keras,” sebut Jokowi.
Dalam hal ini, Gubernur Sumut Dr HT Erry Nuradi menyatakan komitmen pemerintah provinsi (Pemprov) untuk meningkatkan kapasitas produksi kebun milik masyarakat.
“Sejarah mencatat bahwa kebun sawit pertama tahun 1911 di Indonesia berawal dari Sumatera Utara, tepatnya di Pulu Raja. Dari sinilah kebun kelapa sawit kemudian berkembang ke berbagai provinsi di Nusantara. Begitu juga pada 1916 berdiri pusat penelitian kelapa sawit yang dahulu bernama algemene prosfestation der avros (apa) dan telah berusia 100 tahun,” ujar Tengku Erry pada acara pelaksanaan Program PSR yang dimulai dengan lahan seluas 41 Hektar di Sergai tersebut.
Selain menjadi sejarah pertama kali lanjut Gubernur, di Sumut juga lah pengambangan industri hilir sawit pertama kali yakni Adolina dan Belawan pada 1976. Begitu juga keberhasilan mengembangkan perkebunan model perkebunan sawit inti-plasma (PIR) sejak 1978 yang menjadi cikal bakal berkembangnya perkebunan sawit rakyat di Indonesia, dimana saat ini dari 1,3 Juta hektar lahan sawit, 430 ha diantaranya adalah milik petani. Angka ini menjadikan Sumut nomor dua penghasil sawit terbanyak setelah Riau dengan jumlah total di Indonesia 11,6 Juta hektar.
Disamping kelapa sawit, Gubernur menjelaskan Sumatera Utara juga merupakan daerah penghasil tanaman perkebunan lainnya seperti karet, kopi, kakao, kelapa dan komoditas potensial lainnya dengan luas areal perkebunan mencapai 2.1 juta hektar. Khususnya tanaman karet dengan luas areal mencapai 590.000 hektar, dimana 80 persen dari areal kebun karet tersebut adalah karet rakyat yang produktivitasnya juga rendah. Hal ini disebabkan karena tingginya persentase karet tua dan kurangnya semangat petani dalam melaksanakan pemeliharaan tanaman sebagai akibat dari anjloknya harga karet beberapa tahun belakangan ini. Sekitar 20 persen dari tanaman karet tersebut juga perlu diremajakan,” jelasnya.
Untuk meningkatkan daya saing karet rakyat di Sumatera Utara, Gubernur juga menyampaikan komitmen bahwa Pemprov sangat mengharapkan program peremajaan karet rakyat juga dapat berjalan efektif dan berkelanjutan. Komitmen Pemprov Sumut sendiri terhadap pengembangan komoditas perkebunan diarahkan pada peningkatan produktivitas hasil produksi terutama pada perkebunan rakyat yang disertai dengan penataan tata kelola perkebunan yang berkelanjutan.
(Humas Provsu)-(Riva)