Medan, 30/10 – Upaya konservasi lingkungan harus dilakukan secara bersama-sama dan bersinergi semua kelompok, baik pemerintah, swasta, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan lainnya. Jika setiap kelompok hanya bekerja masing-masing, maka akan sulit untuk memaksimalkan upaya konservasi tersebut.
Hal ini diutarakan oleh Wakil Gubernur (Wagub) Sumatera Utara (Sumut) Musa Rajekshah saat membuka Coalition for Sustainable Livelihoods (CSL) dengan tema “Konservasi, Restorasi, Kesinambungan Produksi, dan Investasi pada Kawasan Hutan Sumut dan Aceh” di Hotel Santika Premiere Dyandra, Jalan Kapten Maulana Lubis, Medan, Rabu (30/10).
“Untuk itu, pertemuan dalam rangka memaksimalkan koalisi masing-masing pemangku kepentingan CSL ini menjadi sangat penting, khususnya jadi masukan bagi kami Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut dan Aceh dalam melindungi kawasan hutan dan keanekaragaman biodiversitas yang ada,” ucapnya.
Pemprov Sumut sendiri dalam melakukan perencanaan ruang telah memiliki perangkat kebijakan pendukung seperti Perda No 2 Tahun 2017 mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumut Tahun 2017-2037 dan Perda No 5 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Sumut Tahun 2019-2023.
“Prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan ruang yang berdasarkan kepada sensitivitas ekologi serta sosial menjadi dasar utama dalam pengambilan keputusan pembangunan. Bagaimana agar pembangunan tetap jalan, lingkungan tetap lestari, dan masyarakat sejahtera,” tutur Wagub.
Lebih lanjut, Wagub menambahkan, sudah saatnya mengubah mindset bahwasanya pembangunan bukan berarti harus merusak dan eksploitasi hutan dan lingkungan. Sebaliknya, laju pembangunan juga bisa bergandengan dengan laju kelestarian lingkungan. Asalkan, pelaksanaan pembangunan diwujudkan dengan cara-cara yang benar.
“Misalnya edukasi cara membuka lahan tanpa bakar, jangan berladang atau bermukim di kawasan tertentu yang merusak keseimbangan ekosistem, dan lainnya. Mudah-mudahan lewat acara hari ini, kita belajar mengenali peran masing-masing dan memaksimalkan peran tersebut
Sebelumnya, Kasubdit Pemulihan Ekosistem Kawasan Konservasi Ditjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Mamat Rahmat menyampaikan apresiasi atas terselanggaranya acara tersebut. Dirinya berbagi perihal cara dan pendekatan pengelolaan konservasi, di antaranya harus menempatkan masyarakat sebagai subyek, penghormatan nilai budaya dan adat, kepemimpinan multilevel, pengambilan keputusan berbasis sains, penghargaan dan pendampingan, dan lainnya.
“Pada prinsipnya, konservasi tidak bisa dipisahkan dari pembangunan berkelanjutan dan kehidupan manusia. Untuk itu, upayanya pun tak bisa hanya dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, melainkan semua elemen harus telibat. Manusia akan selalu membutuhkan alam,” tegas Mamat.
Vice President Conservation International Indonesia Ketut S Putra mengungkapkan bahwa selama ini ada indikasi yang memperlihatkan bahwa pada dasarnya semua pihak ingin berbuat yang terbaik untuk alam. Hanya saja, pemerintah dengan regulasinya sendiri, LSM dengan kegiatan-kegiatannya sendiri, swasta dengan CSR di sektor lingkungan, dan lainnya.
“Akankah lebih baik, kalau upaya ini kita sinergikan bersama, berbagi peran. Untuk itu lah CSL kita selenggarakan, yakni platform yang mendorong tindakan kolektif dan investasi untuk memajukan tujuan bersama dari pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, dan mencapai manfaat positif bagi mata pencaharian petani kecil, produksi yang berkelanjutan, dan konservasi di Aceh dan Sumut,” jelas Ketut.
Acara yang berlangsung hingga 31 Oktober 2019 tersebut meliputi berbagai kegiatan, di antaranya diskusi panel, diskusi kelompok terarah, talkshow, dan networking session. Turut hadir dalam acara tersebut Kasubdit Konservasi Keanekaragaman Hayati Bappenas RI Ersa Herwinda, Vice President Conservation International John Buchanan, Bupati Aceh Tamiang H Mursil, OPD Pemprov Sumut dan Aceh, mitra koalisi, LSM dan masyarakat.**
(Humas Provsu)-(Riva)