Medan, 19/7 – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) berkomitmen mempertahankan tren positif pertumbuhan ekonomi yang di atas pertumbuhan ekonomi nasional sejak tahun 2013 hingga Quartal 1 (Q1) 2019.
Hal ini diungkapkan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi saat menghadiri acara diseminasi Perkembangan dan Outlook Perkonomian Terkini di Ruang Kuala Deli, lantai 9, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sumut, Jumat (19/7).
Pertumbuhan ekonomi Sumut hingga Q1 2019 tercatat 5,30%, atau 0,23 poin di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi Sumut juga tertinggi kedua di pulau Sumatera setelah Sumsel (5,68%), sedangkan Aceh 3,88%, Sumbar 4,78%, Bengkulu 5,01%, Kepulauan Riau 4,76%, Riau 2,88%, Jambi 4,73%, Bangka Belitung 2,79%, dan Lampung 5,18%. Pertumbuhan ekonomi Sumut ini juga merupakan yang tertinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Q1 sejak 2011.
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi optimis ini bisa dipertahankan dan ditingkatkan. Bersama jajarannya, Edy Rahmayadi akan bekerja keras untuk mempertahankan stabilitas ekonomi Sumut dan mengantisipasi tantangan-tantangan yang akan datang.
“Kita akan pertimbangkan secara kuat masukan-masukan dari Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas ekonomi Sumut. Kita perlu masukan Bank Indonesia sehingga tidak salah dalam membuat kebijakan. Pertumbuhan ekonomi kita bagus, kita harus mempertahankan itu dan meningkatkannya,” kata Edy Rahmayadi yang hadir didampingi Kadis Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Irman.
Deputi Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menyampaikan, saat ini yang menjadi tantangan bagi Pemprov Sumut adalah inflasi, karena dalam tiga bulan terakhir (April, Mei Juni) inflasi Sumut meningkat tajam. Hingga bulan Juni 2019, inflasi Sumut mencapai 4,3% year to date (ytd), sementara inflasi tahunan tercatat mencapai 5,87% year on year (yoy).
Kondisi ini bersumber dari inflasi bulanan sepanjang triwulan II 2019, berasal dari bahan makanan karena terganggunya pasukan komoditas hortikultura terutama cabai merah. Cabai merah menyumbang inflasi sebesar 2,82 % (yoy), jauh lebih tinggi dari komoditas lainnya seperti daging ayam (0,10 %), cabai rawit (0,09 %), bawang merah (0,08 %) dan cabai hijau (0,08 %).
Kenaikan harga cabai merah dalam dua bulan terakhir mencapai 70%, menurut Dody, dikarenakan beberapa faktor seperti penurunan produksi karena hama, mengalirnya cabai merah Sumut ke provinsi lain dan berakhirnya musim panen.
“Cabai merah menjadi penyumbang inflasi terbesar Sumut, ada beberapa faktor yang membuat harganya melonjak seperti hama, musim panen yang sudah berakhir dan satu lagi cabai merah di sini dikirim ke provinsi lain. Untuk mengantisipasi hal ini terjadi kembali kita bisa mengupayakan implementasi Sistem Resi Gudang (SRG), memperbaiki database produksi dan konsumsi, pengadaan Controlled Atsmosphere Storage (CAS) dan pengendalian ekspektasi masyarakat melalui media massa,” kata Dody
Menurut Dody, Sumut akan mendapat tantangan yang lebih berat tahun depan dalam menjaga stabilitas ekonominya, karena pengaruh perang dagang global. Sumut yang saat ini mengandalkan Sumber Daya Alam (SDA) terutama sawit bakal terkena dampak dari hal ini. Karena itu, perlu pertimbangan dan kebijakan yang tepat untuk mengantisipasi hal tersebut.
“Sumut akan mendapat tantangan tahun depan karena trade war diperkirakan akan semakin kuat. Bukan hanya Sumut, tetapi daerah-daerah yang mengandalkan SDA seperti kelapa sawit. Harganya diprediksikan menurun dan sulit mencari pasarnya. Untuk mengantisipasi itu kita bisa memaksimalkan UMKM, e-comerce dan industri kreatif. Dari Sumut itu ada ulos yang didesain dengan baik dan punya nilai jual tinggi di luar negeri, hal-hal seperti ini yang perlu dikembangkan,” tambah Dody.
Turut hadir pada pertemuan ini Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumut Wiwiek Sisto Widayat, Bupati Samosir Rapidin Simbolon, Pimpinan Satuan Kerja Bank Indonesia, Forkopimda, pengusaha dan OPD Pemprov Sumut.**
(Humas Provsu)-(Riva)